Tari Remong, Warisan Budaya Jawa Timur yang Penuh Semangat Kepahlawanan

livingboardroom.com – Tari Remong, yang sering juga disebut sebagai Tari Remo atau Tari Ngremo, adalah salah satu permata seni tari tradisional dari Jawa Timur yang kaya akan nilai filosofis dan dinamika gerakan. Berasal dari Kabupaten Jombang, tarian ini bukan hanya hiburan, tapi juga cerminan jiwa ksatria yang gagah berani. Pada 2025, Tari Remong semakin sering tampil di festival nasional seperti Festival Budaya Jawa Timur, menjadi simbol pelestarian warisan tak benda UNESCO. Dengan gerakan energik yang menggabungkan elemen Reog Ponorogo dan Ludruk, Tari Remong mengajak penonton merasakan getar semangat perjuangan leluhur.

Asal-Usul: Lahir dari Seniman Jalanan dan Pertunjukan Rakyat

Tari Remong lahir di Desa Ceweng, Kecamatan Diwek, Jombang, Jawa Timur, pada awal abad ke-20. Legenda menyebutkan bahwa penciptanya adalah Cak Mo (atau Cal Mo), seorang seniman jalanan yang dulunya gemblak (pendamping warok) dalam grup Reog Ponorogo. Saat Reog Ponorogo sepi penampilan, Cak Mo berkeliling mengamen, mengadopsi gerakan Jathilan, warok, dan tayub, serta menyanyikan kidung tembang dan parikan. Penampilannya yang meriah disukai penonton, hingga ia diundang ke Surabaya untuk bergabung dengan tim Ludruk sebagai pembuka pertunjukan.

Dari situ, Tari Remong berkembang sebagai pengantar Ludruk—seni teater rakyat Jawa Timur yang satir dan menghibur. Nama “Remong” sendiri berasal dari “Reyoge Cak Mo”, disingkat menjadi Remo, mencerminkan akar Reog-nya. Awalnya, tarian ini khusus dibawakan pria, menggambarkan kisah pangeran yang berjuang di medan perang. Seiring waktu, fungsinya bergeser menjadi tarian penyambutan tamu kenegaraan, festival kesenian, dan upacara adat, bahkan dibawakan oleh penari wanita sebagai Tari Remong Putri.

Ciri Khas: Gerakan Gagah dan Iringan Gamelan yang Menggelegar

Tari Remong bersifat spontan dan improvisasi, menyesuaikan irama gending untuk menciptakan suasana gembira dan akrab. Penari tampil solo atau berkelompok, dengan pola lantai melingkar atau garis lurus yang dinamis.

Elemen Deskripsi Fungsi
Gerakan Utama Nendang (hentakan kaki ritmis), ukel-nyekel (gerakan tangan lincah), dan goyang pinggul ala Reog Menggambarkan keberanian ksatria, dengan efek dramatis dari bunyi sepatu kayu.
Pola Lantai Lingkaran atau zigzag, sering berputar searah jarum jam Melambangkan perjuangan di medan laga, fleksibel untuk improvisasi.
Properti Keris, sampur (selendang), dan blangkon; kadang pedang atau tombak Simbol status pangeran dan siap tempur.
Busana Baju beludru bordir emas, jarik, ikat pinggang, dan sepatu kayu (grebeg) Mewah dan gagah, dengan riasan wajah tebal untuk penari pria (kadang seperti wanita untuk efek teatrikal).
Iringan Gamelan (kendang, saron, gong), dengan tembang Jawa seperti “Lir Ilir” atau parikan Membangun ritme cepat untuk energi tinggi.

Gerakan nendang yang khas menghasilkan suara dentuman, menambah intensitas pertunjukan. Durasi biasanya 10-15 menit, tapi bisa lebih panjang dalam festival.

Makna Filosofis: Semangat Perjuangan dan Keramahan

Tari Remong bukan sekadar hiburan; ia sarat makna. Gerakan energik melambangkan kepahlawanan, keberanian, dan kepercayaan diri seorang pangeran dalam menghadapi tantangan. Hentakan kaki merepresentasikan keteguhan hati, sementara improvisasi mencerminkan adaptasi hidup. Dalam konteks sosial, tarian ini menyampaikan pesan keramahan Jawa Timur: menyambut tamu dengan sukacita dan semangat gotong royong.

Sebagai warisan budaya tak benda, Tari Remong juga mengajarkan nilai toleransi dan pelestarian adat di tengah modernisasi.

Pelestarian dan Perkembangan di Era Modern

Pada 2025, Tari Remong terus hidup melalui studio tari di Jombang dan Surabaya, serta integrasi ke kurikulum sekolah seni. Festival seperti Jombang Arts Festival menampilkan versi kontemporer, menggabungkan elemen hip-hop untuk menarik generasi muda. Pemerintah Jawa Timur, melalui Dinas Pariwisata, mendukung pelatihan gratis, memastikan tarian ini tak pudar.

Tantangan utama adalah urbanisasi yang mengurangi praktik tradisional, tapi kolaborasi dengan Ludruk modern dan media sosial (#TariRemongChallenge) membantu penyebarannya. Di luar Jawa Timur, tarian ini dikenal sebagai Tari Remong di daerah seperti Malang dan Surabaya.

Tari Remong adalah bukti ketangguhan budaya Jawa Timur: dari seniman jalanan hingga panggung kenegaraan, ia tetap menggelegar dengan semangat kepahlawanan. Seperti kata Cak Mo dalam legenda, tarian ini lahir dari keterbatasan, tapi tumbuh menjadi simbol kegembiraan rakyat. Di tengah arus globalisasi, mari kita jaga agar dentuman nendangnya terus bergema—sebuah undangan untuk merayakan warisan leluhur. Jika berkunjung ke Jombang, jangan lewatkan pertunjukan langsung; rasakan sendiri getar keberaniannya!

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *